Selain itu, ditemukan catatan pembayaran dan pemotongan gaji dari korban yang bekerja sebagai PSK di Sydney, serta file draft perjanjian kerja yang mencantumkan biaya sewa tempat tinggal, gaji bulan pertama, aturan jam kerja, dan surat perjanjian utang piutang sebesar Rp 50 juta.
“Kontrak kerja ini dibuat sebagai jaminan jika para korban tidak bekerja dalam waktu 3 bulan, mereka harus membayar utang tersebut,” jelas Djuhandani.
Menurut pengakuan tersangka, aktivitas ini telah dilakukan sejak 2019 dengan mengirimkan 50 WNI untuk dijadikan PSK di Australia.
Tersangka mendapatkan keuntungan sebesar Rp 500 juta dari kegiatan ini.
Tersangka dikenakan Pasal 4 UU RI No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
“Kami akan terus bekerja sama dengan AFP, Divhubinter Polri, dan Kemlu untuk menelusuri tersangka lainnya serta membantu mengidentifikasi para korban yang terlibat dalam jaringan ini,” tambah Djuhandani. (*)