SULBAR.FAJAR.CO.ID, MAMUJU – Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024, tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat tercatat sebesar 11,21 persen. Meskipun terjadi penurunan angka kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan pada tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
"Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) naik 0,05 poin, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) naik 0,03 poin. Tantangan pemerintah daerah dalam menurunkan kedua indeks ini adalah karena mayoritas kepala rumah tangga miskin hanya tamat SD, sebesar 46,17 persen, dan 22,73 persen di antaranya tidak dapat membaca dan menulis," jelas Tina Wahyufitri, Kepala BPS Provinsi Sulawesi Barat, kepada media, Senin (2/9/2024).
Tina Wahyufitri menjelaskan bahwa peningkatan kemiskinan ekstrem di Sulawesi Barat sejalan dengan penurunan pengeluaran penduduk pada kelompok ekonomi terbawah, terutama mereka yang tergolong miskin ekstrem.
Perubahan mekanisme bantuan sosial menjadi tunai serta penghapusan aturan penggunaan dana desa minimal untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem diduga turut memengaruhi kondisi ini.
"Kemiskinan ekstrem akan menjadi atensi pemerintah pusat sebagai agenda prioritas nasional," tambah Tina.
Menanggapi data BPS tentang kemiskinan ekstrem di Sulbar, Pj Gubernur Sulawesi Barat, Bahtiar Baharuddin, yang mulai menjabat sejak 17 Mei 2024, melihatnya sebagai masalah mendasar yang harus diatasi oleh seluruh pemerintahan di Sulbar. Ia menekankan pentingnya memanfaatkan potensi alam Sulbar dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mengentaskan kemiskinan.
Dalam menyusun program-program tersebut, Bahtiar lebih banyak mendengar masukan dari masyarakat, petani, nelayan, dan tokoh masyarakat Sulbar. Salah satu inovasi yang saat ini digalakkan oleh Pj Bahtiar adalah gerakan menanam hortikultura dan menebar ribuan kepiting bakau di hutan mangrove Mamuju, tanpa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). "Untuk program sebelumnya, Pemprov melaksanakan apa yang sudah ada," ujar Bahtiar.